Selasa, 05 Februari 2013

Rumoh Cut Mutia

 
Terletak di desa Mesjid Pirak Kecmatan Matang Kuli Kab. Aceh Utara, dengan pemandangan persawahan dan perkampungan yang asri. Rumah yang dulunya dimiliki oleh pejuang Wanita dari Perlak ini sekarang resmi menjadi objek purbakala yang dilindungi oleh pemerintah dan dijadikan sebagai salah satu objek wisata.

Sejarah Cut Mutia

CutMeutia lahir di Perlak pada tahun 1870 dan melakukan perjuangan melawan penjajah belanda di daerah Pasee, bersuamikan Teuku Muhammad seorang pemimpin perjuangan melawan belanda yang lebih dikenal dengan nama Tgk. Chik Ditunoeng, walo sebenarnya Cut Mutia pada waktu itu sudah ditunangkan dengan sesorang yang bernama Teuku Syam Sarif, Cut Mutia memlilih ikut dengan Teuku Muhammad.

Tgk. Chik Ditunoeng sendiri pada tahun 1905 pada bulan Mei tertangkap dan ditawan oleh pihak belanda dan kemuadian dijatuhi hukuman tembak. Cut Mutia yang ditinggal oleh suaminya ini memutuskan untuk menikah lagi dengan Pang Nangru. Pernikahan Cut Mutia dengan Pang Nangru adalah pesan suami Cut Mutia sendiri sebelum menjalani hukuman tembaknya. Bersama suami keduanya perlawanan terhadap Belanda terus berlanjut, namun gempuran dari pihak belanda pun semakin hebat menyebabkan pasukan Cut Mutia terdesan hingga kepedalaman hutan Pasai dan terpaksa berpindah pindah.

Pada tahun 1910 pada saat terjadi bentrok dengan pasukan Belanda di kawasan Paya Tijem (sekarang masuk dalam kecamatan Baktya, Aceh Utara, sebuah kawasan hutan sabana yang sangat luas dan tidak bisa dijadikan lahan pertanian karena kondisi tanahnya, sampai sekarang masih berupa lahan kosong yang luas) Pang Nangru gugur ditangan Belanda sementara Cut Mutia berhasil meloloskan diri.

Kematian Pang Nangru membuat beberapa orang teman Pang Nangru akhirnya menyerahkan diri. Sedangkan Meutia walaupun dibujuk untuk menyerah namun tetap tidak bersedia. Di pedalaman rimba Pasai, dia hidup berpindah-pindah bersama anaknya, Raja Sabil, yang masih berumur sebelas tahun untuk menghindari pengejaran pasukan Belanda.

Tapi pengejaran pasukan Belanda yang sangat intensif membuatnya tidak bisa menghindar lagi. Rahasia tempat persembunyiannya terbongkar. Dalam suatu pengepungan yang rapi dan ketat pada tanggal 24 Oktober 1910, dia berhasil ditemukan.

Walaupun pasukan Belanda bersenjata api lengkap tapi itu tidak membuat hatinya kecut. Dengan sebilah rencong di tangan, dia tetap melakukan perlawanan. Namun tiga orang tentara Belanda yang dekat dengannya melepaskan tembakan. Dia pun gugur setelah sebuah peluru mengenai kepala dan dua buah lainnya mengenai dadanya.

Cut Mutia gugur sebagai pejuang pembela bangsa. Atas jasa dan pengorbanannya, oleh negara namanya dinobatkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional yang disahkan dengan SK Presiden RI No.107 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964.

Kondisi Rumah Cut Mutia
Secara fisik rumah Aceh yang terletak di desa Mesjid Pirak tersebut masih terawat dengan baik, pada waktu tertentu juga dikunjungi oleh beberapa pendatang. Kurangnya promosi dari dinas terkait menyebabkan objek wisata sejarah ini menjadi tidak kedengaran, apalagi letaknya yang lumayan masuk pedalaman. Sebenarnya sawah yang mengelilingi perkampungan tersebut juga menjadi daya tarik tersendiri, lingkungan pedesaannya pun sangat asri cocok untuk menghilangkan rasa penat anda.

Photografer By : Rahmat William
Sumber            : http://aweaceh.blogspot.com

2 komentar:

FATAHILLAH ....si calon sejarawan Aceh di masa yang akan datang

Hahaha...bisa saja bung Moleno...

Posting Komentar