Kopi, kata ini tentu tidak asing lagi bagi orang Aceh. Liat saja
kebiasaan “ngopi” orang Aceh di sejumlah Keude Kupi (Bahasa Aceh dari
“Warung Kopi”) yang sangat mudah dijumpai di Nanggroe Aceh ini.
Tak hanya di Aceh, di berbagai belahan dunia pun masyarakatnya juga
suka “ngopi”, liat saja negeri Pizza, Italia. Bisa dibilang orang Italia
yang mempopulerkan kopi pertama kali. Keseriusan orang Italia untuk
mengeksplorasi cara-cara membuat kopi terbaik juga sudah tidak diragukan
lagi. Salah satu indikasinya adalah lahirnya mesin espresso pertama di
Turin, Italia.
Orang Italia mempunyai 50 tipe cara unik untuk menikmati kopi.
Mungkin jika suatu saat kamu ke Italia kamu bisa menikmati satu
diantaranya atau bahkan mencoba semua tipe tersebut.
Nah, kalau di Aceh pada umumnya ada kopi hitam atau minuman kopi lain
yang paling dikenal adalah Sanger. Banyak orang yang baru mengkonsumsi
minuman sanger mengatakan sama saja dengan kopi susu biasa pada umumnya.
Tapi Sanger sangatlah berbeda dengan kopi susu biasa pada umumnya.
Sanger
memadukan kopi Ulee Kareng khas Aceh dengan susu kental. Rasa Sanger
jelas bukan kopi susu, meskipun dipadu oleh susu juga. Tapi ini adalah coffee latte yang dikemas dalam gelas kecil dan tatakan ala warung kopi dan taste Aceh yang begitu khas.
Sanger mudah dijumpai di berbagai Keude Kupi yang ada di Aceh. Jika kamu berkunjung ke Aceh tinggal pergi saja ke Keude Kupi yang ada di Aceh. Keude kupi yang ada di Aceh? Ya, di Aceh banyak sekali keude kupi dan sangat mudah dijumpai, baik di pelosok desa sampai di kota besar khususnya Banda Aceh sekalipun.
Contohnya adalah kota Banda Aceh. Guna meningkatkan kunjungan
wisatawan dan mensukseskan program “Visit Banda Aceh”, Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kota Banda Aceh menggagas sebuah kegiatan atau acara yang
bernama “Aceh Food and Coffee Festival 2012″ yang bertemakan ”Sajian
Kutaraja Citarasa Dunia“.
Acara ini diikuti oleh berbagai pengusaha warkop, petani kopi dan
perajin kopi dari berbagai daerah di Aceh dan beberapa merk kopi
terkenal di Indonesia lainnya. Pengunjung juga dihibur oleh berbagai
hiburan, salah satunya adalah demo penyajian kopi cita rasa Aceh.
“Aceh Food and Coffee Festival 2012″ terbilang sukses walau waktu itu
Banda Aceh beberapa kali diguyur hujan tapi animo masyarakat Banda Aceh
yang sangat besar membuat acara ini sukses bahkan banyak wisatawan
lokal maupun mancanegara datang ke Banda Aceh untuk melihat langsung
festival kopi ini.
Suksesnya acara ini membuktikan bahwa masyarakat Aceh tidak bisa
dijauhkan dari yang namanya kopi. Diharapkan dengan suksesnya “Aceh Food
and Coffee Festival 2012″ ini, bisa mempopulerkan rasa dan aroma khas
kopi Aceh agar lebih dikenal dunia.
Lain lagi kalau kamu berkunjung ke daerah pesisir barat Aceh yaitu
Kota Meulaboh, Aceh Barat. Kota tempat dimana pahlawan Aceh “Teuku Umar”
dilahirkan ini memiliki kopi khasnya tersendiri, yaitu Kupi Tubruk.
Tidak hanya citarasa nya yang khas, tetapi kopi ini juga disajikan
dengan cara yang unik yaitu Kupi Tubruk ini disajikan dengan gelas
terbalik dan menikmatinya dengan menggunakan sedotan.
Tapi kenapa harus terbalik? menurut jawaban dari masyarakat penikmat
kopi ini dan pemilik keude-keude kupi yang menyajikan kopi ini, Kupi
Tubruk sengaja dibuat terbalik karena disajikan di tepi pantai, sehingga
air kopi tetap hangat walau dinginnya angin pantai yang berhembus.
Di Meulaboh suasana pantai menjadi kunjungan pariwisata utama bagi
para wisatawan, tak heran banyak wisatawan menikmati kopi ini di pinggir
pantai.
Menikmati indahnya panorama pantai sambil menikmati kupi tubruk
memiliki kesan tersendiri, apalagi ketika kita menghabiskan waktu
dengan kerabat-kerabat terdekat kita sambil berbincang-bincang masalah
pekerjaan, berbagi cerita, hingga membahas masalah yang ada pada negeri
ini. Jika ingin mencoba Kupi Tubruk ini, bisa datang langsung ke
keude-keude kupi yang ada di daerah Suak Ribee, Kota Meulaboh, Aceh Barat.
Mungkin jika dihitung, Aceh bisa mendapatkan rekor dunia atau
Guinness World Record sebagai Negeri yang memiliki Warung Kopi terbanyak
di dunia atau bahkan bisa mendapatkan julukan “Negeri 1001 Warung
Kopi”.
Inilah Aceh, budaya ngopi sangatlah penting bagi masyarakat di daerah
ini. Karena sejarah dan peradaban di Aceh dimulai di Keude kupi.
Sejarah? ya benar! sebagai contoh sepotong sejarah yang membawa-bawa
Keude Kupi yaitu sebuah peristiwa dari seorang pahlawan Nasional yang
berasal dari Meulaboh, Teuku Umar.
Teuku Umar yang waktu itu memimpin pasukannya dalam perjalanan mereka
dari daerah Aceh Pidie menuju Meulaboh, mengatakan kepada pasukannya, “Beungoh singoh geutanyoe jep kupi di keude Meulaboh atawa ulon akan syahid (besok
pagi kita akan minum kopi di Meulaboh atau malah akan mati syahid di
sana)”, begitulah kata-kata yang disampaikan Teuku Umar.
Tapi sayang, niat Teuku Umar dan pasukannya untuk ngopi di Meulaboh gagal,
karena dalam perjalanan ke kota kelahirannya, Teuku Umar syahid di
tangan para kaphe-kaphe Belanda. Sepotong sejarah ini membuktikan kalau
budaya ngopi masyarakat Aceh sudah ada dari dulu.
Banyak yang mengira bahwa orang yang duduk di Keude Kupi ketinggalan
jaman dan pemalas yang tak tahu apa-apa. Tapi di Aceh, orang yang duduk
di Keude Kupi lah orang yang paling cepat mendapatkan semua info yang
lagi hangat-hangatnya dibicarakan, karena pembicaraan suatu info merebak
dari satu meja ke satu meja lainnya di Keude Kupi dan Keude Kupi juga
menjadi media informasi karena menyediakan surat kabar harian, mingguan,
bulanan hingga media elektronik yaitu radio atau televisi.
Kebanyakan Keude Kupi yang berada di perkotaan khususnya Kot Banda
Aceh sekarang sudah dilengkapi dengan layanan jaringan internet nirkabel
berteknologi Wireless Fidelity (Wi-Fi). Dengan memesan kopi yang
berkisar antara Rp4.000-Rp5000 per cangkirnya pengunjung sudah bisa
menikmati kopi sekaligus mengakses berbagai informasi yang ada
diberbagai belahan dunia atau berjejaring sosial.
Tidak dijumpai di kota-kota besar tentang adanya warung kopi dengan
fasilitas internet di kalangan masyarakatnya. Kalau di kota-kota besar
di Indonesia kita harus ke mall, hotel atau tempat-tempat khusus untuk
mengakses internet dan tentunya harus mengeluarkan biaya yang tidak
sedikit.
Di
Aceh, dengan mengeluarkan uang Rp4.000 kamu sudah bisa mendapatkan
secangkir kopi panas dan bisa mengakses internet secara gratis. Ini
membuktikan kalau masyarakat Aceh tidak mau ketinggalan jaman dan tidak
mau pula ketinggalan teknologi.
Fenomena ini menunjukan hal yang positif bagi saya tentang negeri
ini. Bahwa masyarakat Aceh sangat suka berkumpul bersama-sama,
bersilaturahmi dan bermusyawarah.
Tak penting dimana mereka ngopi, mau di Keude Kupi yang kecil sampai
Keude Kupi berkelas Internasional sekalipun, yang penting mereka bisa
berkumpul sesamanya.
Banyak anak muda Aceh yang menyempatkan waktunya untuk berkumpul dengan teman-temannya di keude kupi
untuk menyegarkan pikirannya setelah habis belajar atau padatnya jadwal
kuliah yang menguras tenaga dan pikiran, dan menghilangkankan suntuk
karena tidak ada kerjaan di rumah.
Bagi kami orang Aceh kemana lagi kami harus mencari kesenangan,
dimana tidak adanya tempat hiburan seperti mall-mall yang mewah atau
bahkan Klab malam seperti kota-kota besar di Indonesia. Tapi untunglah,
karena tanpa adanya tempat seperti itu kami masih bisa menjaga akidah
kami.
Keude Kupi menjadi tempat yang paling sering dikunjungi baik para
pejabat-pejabat sampai mahasiswa atau siswa SMA. Keude Kupi juga menjadi
tempat ternyaman untuk berbagi cerita, dari soal politik negeri ini,
tender proyek, membahas pertandingan sepakbola, pembicaraan yang penuh
khayalan atau cet langet dan sampai membahas masalah
mendapatkan sang pujaan hati seperti yang pernah saya alami dan saya
yakin remaja-remaja lainnya banyak yang membicarakan hal serupa.
Tak heran banyak tercetus ide-ide baru bahkan banyak persoalan-persoalan terselesaikan di keude kupi
dan bukan tidak mungkin suatu saat Negeri Aceh akan maju melalui
pengaruh Keude Kupi yang sangat besar pengaruhnya bagi bangsa Aceh.
Ditulis oleh Reyhan Gufriyansyah, pemilik akun @Reyhan_Rysya dan reyhanrysya.blog.com
0 komentar:
Posting Komentar